GASINGNEWS.COM, VATIKAN – Proses konklaf yang digelar untuk memilih Paus baru sebagai pengganti Paus Fransiskus resmi dimulai pada Rabu, 7 Mei 2025.
Namun hingga malam hari waktu setempat, belum ada kesepakatan di antara para kardinal, yang ditandai dengan mengepulnya asap hitam dari cerobong Kapel Sistina, Vatikan.
Asap hitam yang keluar sekitar pukul 21:00 waktu Roma atau pukul 02:00 WIB itu menjadi penanda kuat bahwa belum ada nama yang disepakati dalam pemungutan suara tahap awal.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ribuan umat Katolik yang berkumpul di Alun-Alun Santo Petrus pun menahan napas dan tetap menunggu dengan penuh harap akan munculnya asap putih sebagai tanda terpilihnya pemimpin baru Gereja Katolik.
Salah seorang peziarah asal Brasil, Carolina Alves (45), mengatakan bahwa dirinya sudah dua hari berada di Vatikan.
“Saya datang bersama keluarga, ingin menyaksikan momen bersejarah ini. Kami percaya Roh Kudus akan membimbing para kardinal untuk memilih sosok terbaik,” ucapnya penuh haru kepada media lokal.
Proses Pemilihan Paus: Tradisi Sejak Abad ke-13
Konklaf adalah tradisi Gereja Katolik yang sudah berlangsung sejak abad ke-13.
Kata “konklaf” berasal dari bahasa Latin cum clave, yang berarti “dengan kunci”, merujuk pada praktik mengurung para kardinal dalam suatu ruangan tertutup agar mereka tidak dipengaruhi dari luar dalam proses pemilihan.
Sistem modern konklaf mulai diterapkan pada tahun 1268 setelah wafatnya Paus Klemens IV.
Kala itu, proses pemilihan berlangsung sangat lama, yakni 1.006 hari atau hampir tiga tahun.
Ini menjadi konklaf terlama dalam sejarah Gereja Katolik, dan menjadi alasan utama reformasi besar dalam prosedur pemilihan Paus.
Sebaliknya, konklaf tercepat dalam sejarah modern terjadi pada tahun 1978.
Hanya dalam waktu 33 jam, para kardinal berhasil memilih Paus Yohanes Paulus I setelah wafatnya Paus Paulus VI. Pemilihan cepat ini mencerminkan konsensus luar biasa di antara para kardinal saat itu.
Masa Transisi Setelah Paus Fransiskus
Paus Fransiskus, yang terpilih pada tahun 2013 menggantikan Paus Benediktus XVI, mengumumkan pengunduran dirinya pada awal 2025 karena alasan kesehatan.
Kepemimpinannya selama 12 tahun dikenang karena fokusnya pada isu keadilan sosial, dialog antaragama, dan pembaruan Gereja.
Kepergian Fransiskus meninggalkan kekosongan yang signifikan di tubuh Gereja Katolik.
Oleh karena itu, konklaf kali ini dipandang krusial, karena dunia Katolik sedang menantikan arah baru yang akan diambil oleh Paus penerusnya.
Tantangan yang dihadapi Gereja saat ini sangat kompleks: mulai dari skandal internal, pergeseran demografi umat, hingga tantangan modernisasi di tengah dunia digital.
Menanti Asap Putih, Menanti Harapan Baru
Tradisi visual asap hitam dan asap putih dari cerobong Kapel Sistina telah menjadi simbol yang melekat dalam proses konklaf.
Jika para kardinal berhasil mencapai dua pertiga suara untuk seorang kandidat, maka asap putih akan mengepul, menandai terpilihnya Paus baru.
Setelah itu, lonceng Basilika Santo Petrus akan berdentang, dan pengumuman resmi “Habemus Papam” akan disampaikan dari balkon utama.
Hingga saat ini konklaf masih berlangsung secara tertutup.
Nama-nama yang disebut-sebut sebagai kandidat kuat antara lain Kardinal Matteo Zorzi dari Italia, Kardinal Luis Tagle dari Filipina, serta Kardinal Peter Turkson dari Ghana.
Namun, hasil akhir sepenuhnya bergantung pada dinamika internal konklaf yang hanya diketahui oleh para kardinal peserta.
Sejarah Terus Ditulis
Proses pemilihan Paus selalu menjadi perhatian dunia, bukan hanya umat Katolik.
Sebagai pemimpin spiritual lebih dari 1,3 miliar umat, Paus baru akan membawa pengaruh besar baik secara religius maupun geopolitik.
Dalam sejarahnya, Gereja Katolik telah menunjukkan kemampuannya untuk terus beradaptasi melalui pemimpin-pemimpinnya.
Sementara dunia menanti dengan penuh penasaran, asap hitam pada malam Rabu menjadi pengingat bahwa proses ini bukan sekadar formalitas, melainkan pergulatan rohani dan moral yang mendalam di balik dinding-dinding Kapel Sistina (*).
Editor: Arya Rahman